Sabtu, 11 Januari 2014

Konflik Nelayan Lekok di Perairan Selat Madura

Siapa yang sangka, konflik Lekok akan menjadi bahan andalanku untuk mengerjakan tugas. Dengan bahan yang sama, saya gunakan untuk menyelesaikan tugas kuliah Studi Kasus dengan 2 dosen yang berbeda, serta tugas kuliah Manajemen Konflik. Pikirku, yang penting saya menulis sesuai dengan yang mereka inginkan.. 

Konflik Nelayan Lekok di Perairan Selat Madura

Jumat, 10 Januari 2014

Full Interesting

Tulisanku mengenai beasiswa LPDP, ternyata banyak peminatnya. Sepertinya semakin banyak pemuda yang ingin kuliah hingga s2, apa karena tuntutan jaman, atau karena memang mereka sangat ingin belajar lagi. Tapi yang sangat disayangkan mereka semua kebanyakan minta contoh essay, padahal kalau mau dipikir-pikir, essay yang pernah saya buat sangat berantakan. Intinya yaa, saya harus menuliskan aspek yang diinginkan oleh penyedia beasiswa. 

Tapi dengan begitu saya tidak merasa kecewa, lebih baik mencoba dari pada tidak sama sekali. Kalau dari ceritanya 3 hari untuk selamanya, yaa orang yang gagal itu orang yang tidak pernah mencoba.

Rabu, 08 Januari 2014

Supaya Tidak Makin Dangkal (Opini Kompas 27 Desember 2013)

Tulisan ini saya tulis ulang karena menarik dan sebenarnya penasaran dengan maksud terselubungnya.. hehehe..

Apa yang salah dengan rangkaian pemilihan umum dan proses demokrasi kita? Mengapa yang mendapat mandate politik kini satu per satu terbukti berkhianat terhadap rakyat? Apakah Pemilu 2014 yang ada di depan mata cukup menjanjikan untuk suatu transformasi menuju demokrasi substansial yang terkonsolidasi bias mewujud? Apakah semua proses demokrasi ini akan berujung pada kekecewaan juga?


Gugatan ini mengemuka saat mengambil jeda atas jalannya demokrasi Indonesia, terutama sejak Reformasi 1998 mempercepat lajunya. Menjelang 2014, gugatan itu makin lantang disuarakan dengan pijakan kekecewaan yang nyata.


Pemilu relative bebas, adil dan demokratis sejak 1999. Tahun 2004, pemilu presiden langsung bahkan disusul dengan pemilu kepala daerah. Meskipun demikian, kualitas dan efektivitas pemerintahan hasil pemilu nyata-nyata mengecewakan publik.


Kini kita mendapati korupsi meluas dan menjangkau aras tertinggi di negeri ini. Kita tidak terlalu yakin kapan korupsi akan berhenti. Tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena dugaan suap merupakan puncak dari kekecewaan.


Apabila mau lebih optimis, langkah tegas KPK sebenarnya menghadirkan harapan membaiknya Indonesia. Korupsi tidak akan mendapat tempat karena siapa saja bias di penjara. Namun, kondisi lain membuat kita harus realistis meletakkan harapan itu.


Berakar Panjang

Tumpukan kekecewaan ini tidak datang tiba-tiba. Melihat lebih jauh, terpetakan lima akar persoalan, yaitu warisan struktural ekonomi-politik-kultural kolonialisme; sistem otoriter yang panjang (Demokrasi Terpimpin Soekarno dan Orde Baru era Soeharto); pola transisi demokrasi tidak menjanjikan demokrasi substansial yang terkonsolidasi; reformasi institusional tambal sulam berdampak pada pilihan-pilihan politik serba ambigu; serta pendangkalan pemahaman politik yang bermuara pada absennya etika dan moralitas para aktor demokrasi dan penyelenggara negara.


Dalam perspektif teoritis Alfred Stepen (1993), transisi demokrasi setelah Orde Baru terjadi karena tekanan dan desakan kekuatan oposisi yang tidak terlembaga. Karena tidak muncul dari dalam, perubahan mendasar tidak hadir.


Ada kesepakatan memperkuat sistem demokrasi presidensial. Namun, tidak ada diskusi dan argument mengapa hal itu disepakati, kecuali stigma negative terhadap demokrasi parlementer. Tidak ada upaya serius membangun skema presidensial yang koheren dan konsisten dengan pilihan sistem perwakilan, sistem pemilu, dan sistem kepartaian.


Inkonsistensi itu tampak dalam perluasan otoritas presiden. Pada saat bersamaan, politik tidak dilihat sebagai kebebasan memproduksi kebajikan dan keutamaan bagi kehidupan kolektif. Politik menjadi sangat konkret: hanya soal kekuasaan yang terdiri atas bagaimana merebut dan kemudian mempertahankan. Tidak penting apakah kekuasaan itu bermanfaat atau justru menjadi monster penghancur kolektivitas bangsa.


Pendangkalan pemahaman yang sama berlaku atas partai politik, pemilu, dan demokrasi. Tidak heran jika para elite parpol setelah Soeharto tidak punya proposal genuine mengenai reformasi. Tidak juga memiliki visi bagaimana seharusnya bangsa ini ditata ulang untuk mewujudkan cita-cita keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan. Akibatnya, parpol yang seharusnya menjadi tempat mengabdi, mendidik, dan mencerdaskan bangsa justru menjadi tempat mencari nafkah dalam pengertian sepenuh-penuhnya. Dalam ungkapan Bung Hatta, “Partai dijadikan tujuan dan Negara sebagai alatnya.” Pendangkalan terjadi dalam kancah politik kita.


Bola Liar

Menghadapi pendangkalan ini, apa yang bisa dilakukan? Sebelum menjawab, perlu dipetakan masalah yang nyata di depan mata dan dianggap seolah-olah tidak ada. Format pemilu presiden tidak menjanjikan presiden yang mumpuni kemampuannya dan akuntabel. Format pemilu legislatif demikian juga karena bertumpu pada popularitas, kemampuan finansial, dan hubungan nepotis Tradisi seleksi kepemimpinan belum melembaga.


Dalam kondisi ini, penataan menyeluruh diperlukan agar pilihan atas skema sistem demokrasi presidensial koheren dan konsistensi dengan pilihan sistem perwakilan, skema dan format pemilu, serta sistem kepartaian. Jika amandemen kelima konstitusi diniscayakan, perlu kesepakatan nasional agar tak menjadi “bola liar” mengarah pada tambal sulam baru hasil amandemen.


Perlu ditata skema pemilu yang mengarah pada penyelenggaraan pemilu presiden dan pemilu legislative secara simultan / serentak agar format pemilu presiden dan koalisi tidak “didikte” hasil pemilu legislatif. Pemilu presiden dan pemilu legislatif serentak menjadi “pemilu nasional” yang diselenggarakan 2,5 tahun mendahului “pemilu lokal” untuk memilih kepala daerah dan anggota DPRD.


Perubahan ini tidak bisa diharapkan semata-mata dari elite parpol. Rakyat selaku pemilik kedaulatan dan pemberi mandate politik dalam pemilu harus terus meneriakkan ketidakadilan, kebusukan, ketakpedulian, dan sikap mati rasa para elite penyelenggara negara atas nasib dan masa depan bangsa.


Kerja sama dan konsolidasi sejumlah elemen masyarakat sipil diperlukan. Perlu kerja besar pencerdasan dan penyadaran rakyat sebagai “warga negara”, buka sekedar “massa” yang mudah diprovokasi dan dimanipulasi oleh mereka yang “mengail di air politik yang keruh” untuk kepentingan mereka masing-masing.


Tanpa mengupayakan langkah-langkah ini, kancah politik kita akan semakin dangkal dan akan segera tiba saatnya karam.



Copas : Kompas 27 Desember 2013 hal. 7

Senin, 06 Januari 2014

Reuni eSDe inpres Mamajang III

SD Inpres Bertingkat Mamajang III terletak di jl. Singa, Makassar. SD tempatku pindah dari sekolah swasta yang saat itu dan mungkin sampai sekarang masih termashur se-antero jagad Makassar.. hehehe.. Maksud saya SD Athirah..
Kelas 4 saya pindah ke sekolah ini.. Seperti yang kalian tahu, pindahan dari sekolah swasta ke negeri itu tidak boleh.. ILEGAL.. maka sejak kecil saya sudah melakukan pekerjaan ilegal.. yaitu bersekolah ilegal.. hahaha

Tapi sebenarnya bukan ini yang mau saya ceritakan.. saya ingin bercerita tentang pertemuan kami setelah bertahun-tahun tak bersua.. ah tidak juga, karna sebagian dari mereka satu sekolah di SMP, SMA, bahkan se kampus.. Tapi pertemuan dengan mereka tetap saja mengasyikkan.. entah mengapa.. lucu dan kangen saja..

Siapa yang sangka, klo saya ditanya, "moko kemana?" kujawab dengan lantang, "moka ketemuan sama teman SDku" sambil tersenyum krn dahi yang bertanya akan mengernyit *nyiit..

Itulah kisahku, gimana kisahmu..

Targetku, diacara kawinan teman SD ku bulan 3 nanti akan kuajak teman SD ku yg belum terdeteksi hingga sekarang..

Smangaaaat

Kado tahun 2014

Sudah hari keenam sejak peperangan di malam itu.. Ternyata perang itu tidak hanya berlangsung disana saja.. Tapi didalam tubuh juga, ternyata terjadi perang antara virus dan sel imun di tubuhku.. Hahaha.. Yang ternyata ujung-ujungnya virusnya menang..

Maka demamlah saya setiap malam, yang berujung dengan tidur pagi dan bangunnya siang.. Aah, mahasiswa.. Tapi pekerjaan setelah bangun tidurnya, mirip pengangguran.. Nonton film.. Hdd ku sudah dikembalikan, menonton menjadi nikmat ketimbang berpikir.. Hehehe.. Alacang..

Ternyata semalam, temanku mendiagnosaku klo saya gejala Tipes.. Lalu saya disuruh untuk tes widal.. wow.. tidak untuk 3 hari ini, jadwal kuliah padat cyn..

Smoga ini biasa2 saja..
Karena ini sudah ke-3 kalinya se dapat gejala seperti ini..

Wew..

Minggu, 05 Januari 2014

Peperangan di awal tahun 2014

Tahun baru seperti hari-hari sebelumnya, diawali dengan kembang api.. Langit di wesabbe terlihat cahaya-cahaya yang berkilaun yang sebelumnya terdengar bunyi dentuman seperti suara bom meledak.. Sebelum dan sesudah jam "nol-nol" suara dentuman bom dan kilatan cahaya tak henti2nya, bak peperangan tengah berlangsung..

Kata temanku, jika kita berjalan menyisiri kota dari arah tamalanrea, maka akan terlihat asap di sepanjang jalan.. Sayangnya, saya tidak sempat melihat hal itu.. Mungkin tahun depan, insyaAllah, dengan seseorang-laaaaah.. Paling juga si Satri..

Akhirnya peperangan berakhir, dan dimenangkan oleh yang masih punya petasan.. Kami di wesabbe --> AcSI melanjutkan kegiatan dengan menonton..